Sabtu, 12 Mei 2012

Globalisasi dan perawatan budaya nasional


Globalisasi dan Perawatan Budaya Nasional
       Era globalisasi yang ditandai oleh adanya saling kebergantungan (interdependence) antarnegara. Hal ini suatu hal yang tidak bisa dihindari, sebagai konsekuensi dari semakin longgarnya batas negara. Dunia menjadi tanpa batas (borderless), yang ditandai dengan tidak terhambatnya arus orang, barang dan jasa. Globalisasi juga ditandai dengan semakin bebasnya arus informasi dan komunikasi menembus batas-batas teritorial negara, membawa pengaruh dalam berbagai bidang. Komunikasi dan interaksi yang tidak dapat dibatasi oleh batas geografis dan teritorial, memungkinkan terjadinya interaksi dan keterpengaruhan.Termasuk di dalamnya adalah pola kepribadian, gaya hidup, dan kesenian. Semakin lemah suatu negara maka akan semakin besar dia terpengaruh dan bergantung. Sikap pragmatis, individualis, materialis dan hedonis merupakan hal-hal yang terbawa juga dan berpengaruh pada masyarakat.
        Saling pengaruh adalah proses yang wajar namun menjadi catatan tersendiri jika daya tahan rapuh. Internalisasi nilai-nilai yang terbentuk bertahun-tahun  yang membentuk budaya, akan tergerogoti oleh nilai-nilai luar karena tidak adanya komitmen kuat. Akhirnya, kebudayaan yang terbentuk melalui proses panjang, terus menerus dan dimulai dari kebiasaan-kebiasaan serta dari satuan-satuan kecil (individu, kelompok) sampai kepada satuan yang besar (suku, bangsa), akan hilang dan tergantikan oleh budaya luar secara pelan-pelan tapi pasti.
       Arus budaya global dengan segala plus dan minusnya, merupakan tantangan besar bagi penataan nilai-nilai budaya dan watak bangsa (nation and character building). Hal ini merupakan persoalan serius, jika tidak ingin kehilangan nilai-nilai dan budaya adi luhung yang sudah terbentuk berabad-abad. Peningkatan daya tahan dan komitmen harus dilakukan secara sistematis, terintegrasi dan holistik. Tidak hanya lewat jalur pendidikan, tetapi juga non pendidikan. Formal dan informal. Antardepartemen dan lintas departemen.
     Sudah saatnya antara Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) dan Departemen Kebudayaan dan Pariwisata (Depbubpar) lebih meningkatkan kinerja dan kerja samanya dalam memelihara, merawat dan mengembangkan kebudayaan. Kebudayaan bukan semata-mata kesenian. Kesenian hanyalah sub sistem kebudayaan. Di dalamnya terdapat pengendapan tata nilai, penggalian, pelestarian dan pengembangan sehingga kebudayaan sebagai identitas nasional tetap eksis. Di situlah peran Depdiknas yang dahulu merupakan satu kesatuan dengan kebudayaan ketika masih bernama Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Nasional (Departemen P dan K).
       Pendidikan tidak hanya dituntut untuk menghasilkan manusia-manusia cerdas dan siap berkompetisi secaram global. Melahirkan generasi yang berkepribadian kuat, kepemimpinan yang tangguh serta merawat, mengembangkan dan mengawal identitas budaya nasional juga merupakan suatu keharusan. Apalagi di tengah-tengah gencarnya serbuan dan arus bandang budaya asing yang belum tentu sesuai dengan karakter bangsa. Juga di saat kondisi bangsa yang sedang mengalami berbagai dekadensi akibat faktor internal maupun eksternal.
      Diperlukan strategi budaya untuk menangkal dan memfilter produk budaya asing yang tidak sesuai. Penanaman nilai-nilai keindonesiaan melalui jalur pendidikan serta pelibatan masyarakat secara luas adalah salah satu solusinya. Penanaman kebanggaan, inventarisasi, sosialisasi dan saling tukar apresiasi produk-produk budaya etnik yang beraneka ragam, sangat penting untuk menumbuhkan kepemilikan dan kebersamaan. Alangkah indahnya jika saudara-saudara  di Papua dapat menikmati pertunjukan Ketoprak, senang makan gudeg, menikmati ronda malam dan kerja bakti di Jogyakarta. Atau rekan-rekan Jawa yang menikmati dan fasih, ketika mendendangkan “Apuse”, “Butet”, gemar makan bubur Manado, serta menemukan keasyikan ketika ikut tradisi “bakar batu”. Diperlukan langkah-langkah nyata, terpadu, dan terus-menerus agar terbentuk mental, kepribadian dan kemauan kuat untuk merawat dan mengawal identitas budaya nasional. Tidak hanya oleh pemerintah, tetapi juga segenap anak bangsa. Dan dimulai dari diri sendiri, lingkungan terkecil, dan akhirnya keseluruhan.  (Ditulis pada jurnal Ilmiah Bestari edisiseptember-Desember 2009 No.42/Th.XXII).

D.Kesimpulan
Sebagai akhir dari tulisan ini, kesimpulan yang dapat diambil adalah:
Mayarakat majemuk dengan sifat primordialisme horisontalnya memiliki potensi konflik yang dapat mengarah ke disintegrasi nasional,terlebih apabila masing-masing kelompok menggunakan kerangka budaya mereka dlam berkomunikasi maka ia dapat menjadi masalah terciptanya integrasi nasional.
Berikut ini adalah cara-cara mempertahankan kebudayaan Indonesia :
  • Menumbuhkan semangat nasionalisme yang tangguh, misal semangat mencintai produk dalam negeri.
  • Menanamkan dan mengamalkan nilai- nilai Pancasila dengan sebaik- baiknya.
  • Menanamkan dan melaksanakan ajaran agama dengan sebaik- baiknya.
  • Mewujudkan supremasi hukum, menerapkan dan menegakkan hukum dalam arti sebenar- benarnya dan seadil- adilnya.
  • Selektif terhadap kebudayaan asing yang masuk ke Indonesia
  • Pemerintah harus Menghak-patenkan kebudayaan-kebudayaan di Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar